Skip to main content

Kurikulum dalam Pendidikan Islam

A.    Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu curriculum yang berarti bahan pengajaran, dan adapula yang mengatakan berasal dari bahasa Perancis, courier yang berarti berlari.[1] Adapun dalam bahasa Arab, yaitu al-manhaj yang bermakna jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui manusia pada berbagai bidang kehidupan.[2]
Kata kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam Kamus Webster tahun 1856. Pada tahun tersebut, kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni suatu alat yang membawa orang dari star sampai ke finis. Barulah pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan.[3]
Selanjutnya terdapat pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, yang secara umum dapat dibedakan ke dalam pengertian yang sempit dan luas.[4]
1.      Menurut Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani, kurikulum adalah jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dididik dan dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.
2.      Menurut Crow and Crow, kurikulum meruapakan rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis, sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.
3.      Menurut Abdurrahman Abdullah, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematik dan koordinatif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.
4.      Menurut Muhammad Ali Khalil, kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Pengertian kurikulum dapat dijumpai dalam ajaran Islam, baik pada dataran normatif maupun historis filosofis. Secara normatif, di dalam al-Quran terdapat ayat-ayat yang menyuruh manusia agar mempelajari segala sesuatu baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis, baik benda-benda yang ada di bumi, maupun yang ada di langit, baik kehidupan umat di masa sekarang, silam maupun yang akan datang.
Demikian pula di dalam hadisnya Rasulullah saw menyuruh pengikutnya agar mempelajari ilmu yang berkaitan dengan keduniaan maupun keakhiratan. Hal ini dalam hubungannya kurikulum dengan Al-Quran, dapat dipahami dari ayat-ayat Al-Quran yaitu surat Al-‘Alaq ayat 5, surat Al-Baqarah ayat 31 dan surat al-Luqman ayat 12.
Adapun keterangan mengenai kurikulum dalam hadis Rasulullah Saw, sebagai berikut:
“Ajarilah anakmu sekalian tentang tiga perkara yaitu mencintai Nabinya, mencintai keluarganya, dan membaca al-Qur’an, karena sesungguhnya orang yang membaca (hafal) al-Qur’an akan berada di bawah perlindungannya, pada hari yang tidak ada perlindungan lain, kecuali perlindungannya bersama para nabi dan orang-orang yang dicintai-Nya.” (HR. Al-Dailami dari Ali)
“Kewajiban orangtua terhadap anaknya yaitu memberikan nama dan sopan santun yang baik, mengajarkan menulis, berenang dan menunggang kuda, tidak memberikan nafkah kepadanya kecuali yang baik, dan menikahkannya apabila sudah sampai usia baligh.” (HR. Hakim)
Selain bersifat normatif, penyusunan dan pembinaan kurikulum dalam pendidikan Islam juga dapat merujuk pendapat para ulama Islam tentang ilmu pengetahuan dan hukum mempelajarinya. Dalam hubungan ini tercatat sejumlah ulama yang membahas tentang ilmu pengetahuan dan kewajiban mengajarkannya, yaitu sebagai berikut:
1.      Imam Al-Ghazali, mengemukakan bahwa setiap muslim wajib menuntut ilmu pengetahuan. Imam Al-Ghazali membagi ilmu ini kepada dua jenis, yaitu ilmu yang fardhu ‘ain dan ilmu yang fadhu kifayah. Ilmu yang termasuk fardhu ain yaitu ilmu-ilmu agama. Adapun yang termasuk ilmu fardhu kifayah yaitu setiap ilmu yang dibutuhkan demi tegaknya urusan duniawi.
2.      Ibnu Khaldun, membagi ilmu kedalam empat bagian yaitu ilmu keagamaan dan syar’iyyah seperti al-Qur’an, as-Sunnah, fiqih, tafsir dan hadis. Kedua, ilmu ‘aqliyyah seperti fisika dan ketuhanan. Ketiga, ilmu alat yang membantu ilmu-ilmu syar’iyyah seperti ilmu bahasa, ilmu nahwu dan balaghah. Keempat, yaitu ilmu alat bantu ilmu ‘aqliyyah seperti ilmu mantik.[5]

Dilihat dari segi rumusannya, kurikulum pendidikan Islam bisa digolongkan sederhana atau tradisional, karena yang dibacarakan hanya mengenai ilmu pengetahuan yang akan diberikan. Namun, jika dilihat dari segi ilmu yang diajarkan, dapat dikatakan luas dan modern, karena bukan hanya mencakup ilmu agama saja melainkan juga ilmu yang terkait dengan perkembangan intelektual, keterampilan, emosional, sosial dan sebagainya.
Dari pemaparan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kurikulum pendidikan Islam merupakan suatu rancangan dan konsep  yang dijadikan pedoman dalam proses pendidikan serta pembelajaran untuk mencapai tujuan dalam pendidikan Islam.

B.     Fungsi Kurikulum Pendidikan Islam
Kebradaan kurikulum sangat penting bagi keberlangsungan proses pendidikan. Peran dan orientasi dari kurikulum tersebut terbagi dalam empat macam yaitu:
1.      Kurikulum berfungsi memberikan pengalaman kepada setiap pribadi secara memuaskan. Kurikulum merupakan proses yang memberikan kebutuhan pertumbuhan dan integritas pribadi seseorang secara bebas dan bertanggung jawab.
2.      Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk memengaruhi perubahan sosial dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi masyarakat.
3.      Kurikulum berfungsi sebagai proses teknologi untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki oleh pembuat kebijaksanaan.
4.      Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan intelektual atau kecakapan berpikir, dengan cara memperkenalkan para siswa terhadap berbagai macam pelajaran yang terorganisir dengan baik.[6]
5.      Kurikulum berfungsi sebagai alat untuk mendidik generasi muda dengan baik dan mendorong mereka untuk membuka dan mengembangkan kesediaan-kesediaan, bakat-bakat, dan keterampilan serta menyiapkan mereka dengan baik untuk melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.[7]
Selain itu, Zakiah Darajat mengemukakan bahwa untuk sekolah yang bersangkutan sekurang-kurangnya memiliki dua fungsi yaitu:
1.      Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan.
2.      Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan sehari-hari.[8]
Adapun fungsi kurikulum dalam pendidikan Islam menurut Bukhari Umar adalah:
1.      Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan,
2.      Pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan,
3.      Fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan,
4.      Standarisasi dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan atau sebagai batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan, semester, maupun pada tingkat pendidikan tertentu.[9]

C.    Asas-Asas Kurikulum Pendidikan Islam
Sesuai dengan karakter ajaran Islam, yaitu suatu ajaran yang terbuka terhadap berbagai masukan dan pengaruh dari luar. Maka kurikulum pendidikan Islam juga menerima masukan dan pengaruh dari luar. Oleh karena itu S. Nasution menyebutkan 4 asas kurikulum kurikulum pendidikan Islam yaitu:
1.      Asas filosofis, berperan sebagai penentuan tujuan umum pendidikan.
2.      Asas sosiologis, berperan memberikan dasar untuk menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyaraakat, kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.      Asas organisatoris, berfungsi memberikan dasar-dasar dalam penyusunan mata pelajaran, penentuan luas dan sempitnya uraian serta urutan dan susunan mata pelajaran tersebut.
4.      Asas psikologis, berperan memberikan berbagai prinsip tentang perkembangan anak didik dalam berbagai aspeknya, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna dan dikuasai oleh anak didik sesuai dengan tahap perkembangannya.[10]
Asas-asas ini menjadi bagian yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dengan cermat dalam menyusun kurikulum pendidikan Islam. Penggunaan berbagai asas tersebut dalam kurikulum pendidikan Islam, harus disesuaikan atau disejalankan dengan ajaran Islam, karena didalam berbagai disiplin ilmu tersebut tidak selamanya sejalan dengan ajaran islam, mengingat dasar ontologis, epistimologis dan aksiologisnya berbeda.
Berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat  pada umumnya berdasarkan pada pandangan yang rasionalis, empiris, dan objektif belaka. Adapun di dalam Islam, selain berdasarkan pada pandangan tersebut, juga harus berdasarkan pada pandangan tauhid dan akhlak mulia. Yaitu bahwa semua ilmu tersebut diyakini sebagai pemberian dan tanda kekuasaan Tuhan, dan harus digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat. Inilah yang selanjutnya dikenal sebagai orientasi humanisme teo-centris. Yakni bahwa seluruh kegiatan dilakukan hanya tujuan ikhlas karena Allah, namun manfaat dari kegiatan tersebut untuk perbaikan kehidupan manusia.

D.    Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Omar Mohammad al-Taomi al-Syaibani menyebutkan, bahwa ciri kurikulum pendidikan Islam itu ada lima, yaitu:
1.      Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuannya. Kandungan, metode, alat, dan tekhniknya bercorak agama.
2.      Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, yaitu kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran yang menyeluruh. Di samping itu, ia juga luas dalam perhatiannya. Ia memperhatikan bimbingan dan pengembangan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual.
3.      Bersikap seimbang di antara berbagai ilmu yang di kandung dalam kurikulum yang akan digunakan. Selain itu, individual dan pengembangan sosial.
4.      Bersifat menyeluruh dan menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik.
5.      Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bahkan anak didik.[11]
Adapun ciri-ciri khusus kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1.      Dalam kurikulum pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah pembinaan anak didik untuk bertauhid. Oleh karena itu, semua sumber yang dirunut berasal dari ajaran Islam,
2.      Kurikulum harus disesuaikan dengan fitrah manusia, sebagai makhluk yang memiliki keyakinan kepada Tuhan,
3.      Kurikulum yang disajikan merupakan hasil pengujian materi dengan landasan Al-quran dan Al-Hadis,
4.      Mengarahkan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan aqliyah peserta didik serta keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan nyata,
5.      Pembinaan akhlak peserta didik, sehingga pergaulannya tidak keluar dari tuntunan Islam, dan
6.      Tidak ada kadaluarsa kurikulum, karena ciri khas kurikulum Islam senantiasa relevan dengan perkembangan zaman bahkan menjadi filter kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya di dalam kehidupan masyarakat.[12]

E.     Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum dalam pendidikan Islam berdasarkan pada tujuh prinsip sebagai berikut:
1.      Prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-nilai. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan sebagainya harus berdasar pada agama, dan akhlak Islam. Yakni harus terkait dengan jiwa agama Islam, keutamaan, cita-cita, dan kemauan yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
2.      Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan kandungan kurikulum, yakni mencangkup tujuan pembinaan akidah, akal dan jasmaninya, dan hal lain yang bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, termasuk ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis, profesional,seni rupa, dan sebagainya.
3.      Prinsip keseimbangan yang relatif sama antara tujuan dan kandungan kurikulum.
4.      Prinsip keterkaitan antara bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan pelajar,.begitu juga dengan alam sekitar baik yang bersifat fisik maupun sosial di mana pelajar itu hidup dan berinteraksi.
5.      Prinsip pemeliharaan perbedaan individual di antara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya.
6.      Prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat.
7.      Prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dan pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.[13]
Selain yang telah dipaparkan diatas, Moh. Roqib mengemukakan bahwa kurikulum hendaknya mengacu pada prinsip-prinsip pendidikan Islam diantaranya yaitu sebagai berikut:
1.      Prinsip Integrasi
Integrasi merupakan sebuah prinsip yang memandang adanya wujud kesatuan kehidupan dunia akhirat. Kehidupan di dua alam ini dipandang sebagai satu perjalanan yang tiada terputus. Hal tersebut diletakkan sebagai jembatan menuju alam akhirat yang abadi.
2.      Prinsip Keseimbangan
Proses penentuan materi atau kebijakan kependidikan tidak lepas dari perbedaan individualitas dan kolektivitas subjek didik. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan di dalam menyusun kurikulum dan menetapkan materi ajar. Keseimbangan yang dimaksud yaitu seimbang berdasarkan porsi yang diberikan pada suatu hal secaraproporsional.
3.      Prinsip Persamaan dan Pembebasan
Prinsip ini berdasarkan dari adanya keyakinan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan yang sama dan juga dari asal yang sama. Sedangkan prinsip pembebasan merupakan sebuah proses menuju ke arah kemerdekaan, yaitu ia mampu menyuarakan apa yang ada di dalam benaknya.
4.      Prinsip Pendidikan Kontinue
Prinsip ini disebut juga dengan prinsip pendidikan seumur hidup. Proses pendidikan Islam harus terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman.
5.      Prinsip Kemaslahatan dan Keutamaan
Merupakan sebuah prinsip yang mengharuskan pendidikan membawa manusia ke arah yang baik dan bermanfaat serta menuju ke arah yang lebih utama, karena pendidikan merupakan sebuah proses yang agung guna mengembalikan dan meningkatkan potensi-potensi dan moral utama manusia.[14]

F.     Syarat-Syarat Kurikulum Pendidikan Islam
Khusus yang berkaitan dengan isi kurikulum, terdapat persyaratan yang harus diperhatikan sebagai berikut:
1.      Tidak menyalahi fitrah manusia.
2.      Sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai  upaya mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah SWT dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3.      Sesuai dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4.      Memberikan pengalaman empiris, praktik langsung bagi peserta didik, serta memiliki fungsi pragmatis, sehingga mereka mempunyai keterampilan yang riil.
5.      Bersifat integral, terorganisasi, serta tidak saling bertentangan antara materi yang satu dengan yang lainnya.
6.      Memiliki relevansi dengan masalah-masalah yang mutakhir, sedang terjadi dan tujuan negara setempat.
7.      Metode yang di gunakan mampu mengantarkan pada tercapainya materi pelajaran dengan memperhatikan perbedaan yang terdapat pada setiap individu anak didik.
8.      Memiliki relevansi dengan tingkat perrkembangan peserta didik.
9.      Memperhatikan aspek-aspek sosial, seperti dakwah Islam.
10.  Memiliki pengaruh yang positif terhadap jiwa peserta didik, sehingga menjadi sempurna jiwanya.
11.  Sesuai dengan pembawaan dan fitrah manusia, seperti memberikan waktu istirahat dan refreshing untuk menikmati kesenian.
12.  Memuat ilmu-ilmu alat untuk mempelajari ilmu lain.[15]




[1] S. Nasution, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, (Bandung: Citra Adirya Bakti, 1991), hlm. 9.
[2] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 121.
[3] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 53.
[4] Abuddin Nata, Op, Cit., hlm. 122.
[5] Abuddin Natam Op, Cit., hlm. 127-128.
[6] S. Nasution, Op, Cit., hlm. 5.
[7] Abuddin Nata, Op, Cit., hlm. 130.
[8] Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam Cet., ke III, (Jakarta: Bumi aksara, 1996) hlm. 122.
[9] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010) hlm. 162.
[10] S. Nasution, Op, Cit., hlm. 11-14.
[11] Abuddin Nata, Op, Cit.,hlm. 133.
[12] Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam Jilid II, (bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 182.
[13]Abuddin Nata, Op, Cit., hlm. 133-134.
[14] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiSYogyakarta, 2009) hlm. 84-87.
[15] Abuddin Nata, Op, Cit., hlm. 134.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Riba, Bank, Asuransi

BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Fiqih merupakan bidang ilmu yang membahas tentang hukum-hukum amaliyyah mustanbathah (praktis) yang diambil dari dalil-dalilnya secara terinci. Adapun fiqih muamalah adalah salah satu dari cabang fiqih, yang mana di dalamnya mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lain, atau antara individu dengan negara Islam, dan negara Islam dengan negara lain. Adapun dalam pembahasan kali ini akan dibahas mengenai riba, bank dan asuransi, dimana ketiganya merupakan bagian dari fiqih muamalah. Riba, bank dan asuransi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian di suatu negara, termasuk di Indonesia. Ketiganya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat. Riba merupakan bentuk suatu penambahan dari pembayaran yang telah jatuh tempo. Banyak orang yang menyamakan riba dengan kegiatan jual beli. Anggapan tersebut jelaslah salah, karena keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok yang dapat...

Theory of Personality's Carl Rogers

KEPRIBADIAN DALAM PANDANGAN CARL ROGERS Disusun untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah: Psikologi Kepribadian Dosen Pengampu: Dr. H. Wawan. A. Ridwan, M.Ag Oleh: EvieNurjanah               14121110051 JurusanPAI-B/semester-VI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON TAHUN 2015 M/1437 H KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan NYA mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan tugas mandiri mata kuliah Materi SKI di MA ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.         Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Kepribadian dalam Pandangan Carl Rogers”. Makal...

Makalah Keterampilan Berbahasa

KETERAMPILAN BERBAHASA Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mandiri Mata Kuliah : Bahasa Indonesia Dosen : Indrya Mulyaningsih M,Pd. Disusun oleh : Evie Nurjannah ( 14121110051) PRODI PAI B Fakultas Tarbiyah / Semester I KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON 2012 / 1433 H PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Keterampilan berbahasa mencakup keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Keterampilan menyimak dan keterampilan membaca merupakan dua kemampuan berbahasa yang bersifat aktif reseptif. Dalam berkomunikasi kita menggunakan keterampilan berbahasa yang telah kita miliki meskipun setiap orang memiliki tingkatan atau kualitas yang berbeda. Orang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal setiap tujuan komunikasinya dapat dengan mudah tercapai. Sedangkan bagi orang yang memiliki tingkatan keterampilan berbaha...