KEPRIBADIAN DALAM
PANDANGAN
CARL ROGERS
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mandiri
Mata Kuliah: Psikologi Kepribadian
Dosen Pengampu: Dr. H. Wawan. A.
Ridwan, M.Ag
Oleh:
EvieNurjanah 14121110051
JurusanPAI-B/semester-VI
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH
NURJATI CIREBON
TAHUN 2015 M/1437 H
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah yang telah menolong kami menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan NYA mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan tugas mandiri mata kuliah Materi SKI di MA ini
akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat
dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad
SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Kepribadian dalam Pandangan Carl Rogers”. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Kepribadian dalam Pandangan Carl Rogers”. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Saya selaku penyusun mengucapkan
terima kasih kepada Dr.
H. Wawan. A. Ridwan, M.Ag. selaku dosen yang telah memberikan tugas dan bimbingannya kepada kami, yang mana
ini akan membantu kami agar terbiasa dalam pembuatan karya ilmiah. Tidak lupa
kami ucapkan pula terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga kami mampu
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
Dalam pembuatan makalah ini penyusun tidak begitu mendapat banyak
kesulitan karena adanya saran dari berbagai pihak tentang pembuatannya. Namun,
tidak menutup kemungkinan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan banyak
kekurangan, baik dari penulisan, ejaan dan sebagainya. Oleh karenanya, kami
sangat mengharapkan dengan lapang dada, kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Cirebon, 15 Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Biografi Carl Rogers................................................................................ 2
B. Pendekatan Carl Rogers Terhadap Kepribadian...................................... 5
C. Asumsi Dasar Carl Rogers....................................................................... 6
D. Konsep Utama Teori Carl Rogers............................................................ 13
E.
Hambatan
Kesehatan Psikologis.............................................................. 17
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi
kepribadian merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi. Dimana psikologi
kepribadian ini didalamnya membahas tentang perbedaan pribadi antar individu
serta dinamikanya dalam membangun relasi intrapersonal dan interpersonal. Dalam
bidang psikologi khusus terdapat banyak teori yang diungkapkan oleh para ahli
yang bergerak di bidang ini. Salahsatu teori psikologi kepribadian yaitu yang
dikemukakan oleh Carl Rogers mengenai self.
Carl
Rogers merupakan salahsatu tokoh dari bidang psikologi humanistik, dimana memiliki pandangan bahwa setiap orang
bertanggung jawab atas kedewasaan dan hidupnya sendiri. Carl Rogers berpendapat
bahwa setiap orang bebas untuk melatih dan mengatur diri mereka sendiri. Namun
tetap setiap orang harus memiliki tanggungjawab atas kontrol diri yang mereka
lakukan.
Teori
yang dikemukakan oleh Carl Rogers ini menjadi salahsatu teori yang banyak
digunakan di bidang konseling dan terapis, karena memang pada dasarnya Carl
Rogers ini bergerak di bidang psikoterapi.
Oleh
karena itu, guna menambah pengetahuan mengenai kepribadian ini, khususnya untuk
seorang guru dimana guru juga berperan sebagai konselor untuk peserta didiknya
yang bermasalah, makan pembahasan makalah ini akan dikonsentrasikan membahas
mengenai teori kepribadian dari Carl Rogers.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut:
1. Seperti
apa latar belakang kehidupan Carl Rogers?
2. Apa
pendekatan Carl Rogers terhadap kepribadian?
3. Apa
saja yang menjadi asumsi dasar Carl Rogers?
4. Bagaimana
konsep utama teori Carl Rogers?
5. Apa
saja yang menjadi hambatan kesehatan psikologis menurut Carl Rogers?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah
ini yaitu:
1. Untuk
mengetahui latar belakang kehidupan Carl Rogers,
2. Untuk
mengetahui pendekatan yang digunakan oleh Carl Rogers terhadap kepribadian?
3. Untuk
mengetahui asumsi-asumsi dasar dari Carl Rogers,
4. Untuk
mengetahui konsep utama teori Carl Rogers, dan
5. Untuk
mengenai bentuk hambatan kesehatan psikologis menurut Carl Rogers.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Carl Rogers
Carl
Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902, di Oak Park, Illionis. Carl
Rogers merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Walter dan
Julia Cushing Rogers. Ayahnya merupakan seorang insinyur sipil, sehingga Carl
Rogers lebih dekat dengan ibunya. Orangtua Rogers merupakan orang yang taat
dalam beragama, sehingga Carl Rogers menjadi tertarik pada kitab injil, dan
Rogers sering membaca kitab Injil serta buku-buku lain.[1]
Ketika
Carl berusia 12 tahun, keluarganya pindah ke daerah peternakan sekitar 30 mil
dari barat Chicago. Di tempat tersebut Carl menghabiskan masa remajanya. Carl
menerima pendidikan yang ketat dan banyak tugas yang harus dia selesaikan. Carl
menjadi remaja yang terisolasi, tetapi mandiri dan memiliki disiplin diri yang
kuat.
Carl
mengawali kuliahnya di Universitas Wisconsin, dengan mengambil jurusan
pertanian. Namun, kemudian Carl pindah ke jurusan teologi untuk belajar
pelayanan. Pada masa itu, Carl terpilih sebagai salahsatu dari sepuluh
mahasiswa yang pergi ke Beijing untuk mengikuti Konferensi Federasi Mahasiswa
Kristen Sedunia selama enam bulan. Berkat mengikuti kegiatan tersebut, Carl
mendapatkan banyak pengalaman baru sehingga dapat memperluas pikirannya. Selain
itu, dari sana pula Carl mulai meragukan sebagian dari dasar pandangan agama
Kristen.
Selanjutnya
setelah Carl menyelesaikan studinya, ia menikah dengan seorang wanita yang
bernama Hellen Elliot, kemudian pindah ke New York City. Carl mulai aktif
menghadiri kegiatan dari lembaga keagamaan liberal, yaitu Union Theological Seminary.
Selang beberapa waktu kemudian Carl beralih ke program psikologi klinis dan
belajar di Columbia University. Pada tahun 1931 Carl mendapatkan gelar Ph. D
(doktor). Kemudian Carl mulai bekerja di bidang klinis di Rochester Society
untuk program pencegahan kekerasan terhadap anak. Di klinik tersebut, Carl
belajar tentang teorii Otto Rank dan teknik terapi serta mulai mengembangkan
pendekatannya sendiri.
Pada
tahun 1940, Carl mendapat tawaran menjadi profesor penuh di Ohio State. Dua
tahun kemudian, Carl menulis buku pertamanya yang berjudul “Counseling and Psychotherapy”. Kemudian
pada tahun 1945, Carl mendirikan sebuah pusat konseling di University of
Chicago. Selanjutnya Carl kembali ke University of Wisconsin untuk mengajar. Pada
tahun 1964, Carl menerima posisi sebagai kepala riset di La Jolla, disini Carl
memberikan terapi, pidato dan menulis hingga wafatnya pada tahun 1987.[2]
B.
Pendekatan
Carl Rogers Terhadap Kepribadian
Tema
pokok pemikiran Rogers yaitu suatu refleksi tentang apa yang dipelajarinya pada
rentang usia 18-20 tahun, bahwa seseorang harus bersandar pada pengalamannya
sendiri tentang dunia, karena hanya itulah kenyataan yang dapat diketahui oleh
seorang individu. Rogers mengembangkan suatu metode terapi terhadap pasiennya
yaitu dengan menempatkan tanggung jawab utama terhadap perubahan kepribadian
pada klien, bukan pada ahli terapi. Oleh karena itu, pendekatannya disebut
“terapi yang berpusat pada klien (client
centered therapy).
Metode
tersebut menganggap bahwa individu yang terganggu memiliki suatu tingkat
kemampuan dan kesadaran tertentu dan mengatakan kepada kita banyak hal tentang
pandangan Rogers mengenai kodrat manusia. Rogers percaya bahwa orang-orang
dibimbing oleh persepsi sadar mereka sendiri tentang diri mereka dan dunia
sekitar mereka, bukan oleh kekuatan-kekuatan tak sadar yang tidak dapat mereka
kontrol. Kebermaknaan terakhir seseorang adalah pada pengalaman sadarnya
sendiri dan pengalaman itu memberikan kerangka intelektual dan emosional dimana
kepribadian terus menerus bertumbuh.
Rogers
mengemukakan bahwa manusia yang rasional dan sadar, tidak terkontrol oleh
peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak, karena masa itu sudah lewat. Hal tersebut
tidak menghukum atau membelenggu kehidupannya. Melainkan masa sekarang dan
bagaimana individu memandangnya bagi kepribadian yang sehat adalah jauh lebih
penting dari pada berlarut-larut mengingat masa lampau. Akan tetapi
pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi cara pandang masa
sekarang, sehingga mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis seseorang.
Rogers
mempertahankan bahwa kepribadian harus diperiksa dan dipahami melalui segi
pandangan pribadi klien, melalui pengalaman-pengalaman subjektifnya sendiri.
Sama halnya dalam kehidupan pribadinya, rogers percaya akan
pengalaman-pengalamannya sendiri. Apa yang nyata bagi klien adalah persepsinya
yang unik tentang realitas.[3]
Dapat
disimpulkan bahwa kunci utama sudut pandang Rogers adalah bahwa orang cenderung
berkembang ke arah yang positif, dengan kata lain manusia akan memenuhi
potensinya, kecuali apabila manusia mengalami rintangan. Menurut Rogers, orang
yang sehat secara psikologis adalah mereka yang mampu memahami dan menerima
berbagai perasaan dan pengalaman. Kontrol diri yang berasal dari dalam diri
seseorang lebih sehat daripada kontrol yang dipaksakan dan berasal dari luar.
Rogers
memakai pendekatan fenomenologis, yang mengharuskan individu mendefinisikan
berbagai isu penting. Fokus pendekatan humanistik terletak pada apa yang
disebut experiencing person.[4]
C.
Asumsi
Dasar Carl Rogers
Asumsi-asumsi
dasar dari teori kepribadian Rogers terbagi menjadi dua yaitu kecenderungan
formatif dan kecenderungan aktualisasi.
1. Kecenderungan
Formatif
Rogers
yakin bahwa terdapat kecenderungan dari setiap hal, baik organik maupun non
organik, untuk berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih
kompleks. Untuk alam semesta, terjadi sebuah proses kreatif dan bukan proses
disintegrasi. Rogers menyebut proses ini sebagai kecenderungan formatif dan
banyak mengambil contoh-contoh dari alam.
2. Kecenderungan
Aktualisasi
Kecenderungan
aktualisasi merupakan kecenderungan setiap manusia (selain hewan lain dan
tanaman) untuk bergerak menuju keutuhan dan pemuasan dari potensi.
Kecenderungan ini merupakan satu-satunya motif yang dimiliki oleh manusia.
Kebutuhan untuk memuaskan dorongan lapar, untuk mengekspresikan emosi mendalam
yang mereka rasakan, dan untuk menerima diri seseorang adalah contoh-contoh
dari satu motif aktualisasi. Oleh karena itu, seriap manusia beroperasi sebagai
satu organisme yang utuh, aktualisasi meliputi keseluruhan bagian manusia
fisiologis dan intelektual, rasional dan emosional, kesadaran dan
ketidaksadaran.[5]
Rogers
berpendapat bahwa kecenderungan untuk aktualisasi sebagai suatu tenaga
pendorong adalah jauh lebih kuat daripada rasa sakit dan perjuangan, serta
setiap dorongan yang ikut menghentikan usaha untuk berkembang. Kecenderungan
aktualisasi pada tingkat fisiologis benar-benar tidak dapat dikekang.
Kecenderungan itu mendorong individu ke depan dari salah satu tingkat
pematangan berikutnya yang memaksanya untuk menyesuaikan diri dan tumbuh.
Rogers percaya bahwa segi kecenderungan aktualisasi ini dapat ditemukan dalam
semua makhluk yang hidup.[6]
D.
Konsep
Utama Teori Carl Rogers
Teori
Rogers didasarkan pada pengalaman selama bertahun-tahum dalam menangani
klien-kliennya. Rogers melihat bahwa manusia pada dasarnya baik dan sehat,
Rogers melihat bahwa kesehatan mental merupakan sebagai kemajuan kehidupan
normal, dan penyakit mentall, kriminalitas dan
masalah-masalah manusia lainya sebagai distorsi dari kecenderungan
alamiah.[7]
Konsepsi-konsepsi pokok
dalam teori Rogers adalah
1. Organism
Organism
merupakan keseluruhan individu (the total
individual). Organism memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Organisme
bereaksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b. Organisme
memiliki satu motif dasar yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan
mengembangkan diri.
c. Organisme
mungkin melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin
menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau
mungkin juga organisme itu tidak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
2. Medan
Phenomenal
Medan phenomenal merupakan
keseluruhan pengalaman (the totality of
experience). Medan phenomenal mempunyai sifat disadari atau tidak disadari,
tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan
atau tidak.
3. Self
Self
yaitu bagian medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari
pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”. Sifat-sifat
yang dimiliki oleh self yaitu:
a. Self berkembang
dari interaksi organisme dengan lingkungannya.
b. Menginteraksikan
nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam bentuk yang tidak wajar.
c. Menginginkan
konsistensi, keutuhan, dan keselarasan.
d. Organisme
bertingkah laku dalam cara yang selaras dengan self.
e. Pengalaman-pengalaman
yang tak selaras dengan struktur self
diamati sebagai ancaman.
Adapun
teori-teori utama yang dikembangkan oleh Carl Rogers yaitu sebagai berikut:
1. Diri
(Self) dan Kecenderungan untuk
Aktualisasi Diri
Menurut
Rogers, bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian
pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran
pengalaman sebagai “aku” atau “diriku”. Kemudian bayi secara bertahap menjadi
sadar akan identitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa baik dan
apa yang terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan apa yang tidak. Mereka
selanjutnya mulai untuk mengevaluasi pengalaman mereka sebagai pengalaman
positif dan negatif, menggunakan kecenderungan aktualisasi sebagai kriteria.
Bayi menghargai makanan dan melakukan evaluasi atas rasa lapar karena makanan
merupakan persyaratan dari aktualisasi.
Aktualisasi
diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan
kecenderungan itu sendiri. Kecenderungan aktualisasi merujuk pada pengalaman
organisme dari individu sehingga hal tersebut merujuk pada manusia secara
keseluruhan, kesadaran dan ketidaksadaran, fisiologis dan kognitif.
Aktualisasi
diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri sebagaimana yang
dirasakan dalam kesadaran. Saat organisme dan diri yang dirasakan selaras,
kedua kecenderungan aktualisasi hampir identik, namun apabila pengalaman organisme
seseorang tidak selaras dengan pandangan mereka terhadap diri, perbedaan akan
terjadi antara kecenderungan aktualisasi dan kecenderungan aktualisasi diri.
Rogers mengajukan dua subsistem dari aktualisasi diri yaitu:
a. Konsep
Diri
Konsep
diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang
disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu. Konsep diri tidak
identik dengan diri organismik. Bagian-bagain dari diri organismik berada di
luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut. Manusia dapat
menyangkal beberapa aspek dalam dirinya seperti pengalaman dengan kebohongan,
saat pengalaman tersebut tidak konsisten dengan konsep diri mereka.
Saat
manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam
menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak
konsisten dengan konsep diri mereka, biasanya disangkal atau hanya diterima
dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.
Konsep
diri yang telah terbangun tidak mungkin tidak membuat perubahan sama sekali.
Perubahan paling mudah terjadi ketika adanya penerimaan dari orang lain, yang
membantu seseorang untuk mengurangi kecemasan dan ancaman serta untuk mengakui
dan menerima pengalaman-pengalaman yang sebelumnya ditolak.[9]
b. Diri
Ideal
Diri
ideal merupakan pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya.
Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya yang positif yang ingin dimiliki
oleh seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dengan konsep diri
mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yang tidak sehat. Individu
yang sehat secara psikologis, melihat sedikit perbedaan antara konsep dirinya
dengan apa yang mereka inginkan secara ideal.[10]
Menurut
Rogers terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan apabila seseorang
ingin memahami aktualisasi diri yaitu:
a. Aktualisasi
diri berlangsung terus menerus, kepribadian yang sehat bukan merupakan suatu
keadaan dari ada, melainkan suatu proses, atau suatu arah bukan tujuan.
Aktualisasi diri berlangsung terus, tidak pernah merupakan suatu kondisi yang
selesai atau statis. Hal ini bertujuan agar orientasi seseorang itu ke masa
depan, atau menarik individu ke depan, yang selanjutnya mendiferensiasikan dan
mengembangkan segala segi dari diri.
b. Aktualisasi
diri merupakan suatu proses yang suka dan kadang-kadang menyakitkan. Aktualisassi
diri merupakan suatu ujisn, rintangan, dan cambuk yang muncul terus menerus
terhadap semua kemampuan seseorang. Menurut Rogers, aktualisasi diri merupakan
keberanian untuk ada. Hal ini berarti bahwa seseorang meluncurkan diri sendiri
sepenuhnya ke dalam arus kehidupan.
c. Aktualisassi
diri menjadikan orang menjadi diri mereka sendiri. Mereka tidak bersembunyi di
belakang topeng-topeng atau kedok-kedok, yang berpura-pura menjadi sesuatu yang
bukan diri mereka, atau menyembunyikan sebagian diri mereka.[11]
2. Pengalaman
Dunia (Experiential World)
Carls
sangat menekankan pengaruh pengalaman dunia dalam kehidupan sehari hari dalam
mengembangkan teorinya. Hal ini menjadi frame
of reference atau konteks yang berpengaruh kepada pertumbuhan. Menurut
Rogers, realitas lingkungan bergantung pada persepsi individu tersebut tentang,
yang memungkinkan persepsi tersebut terhadap realitas tidak tepat. Persepsi
berubah sejalan dengan pertambahan umur dan pengaruh lingkungan.
3. Perkembangan
Self pada Masa Kanak-Kanak
Seorang
bayi berkembang secara bertahap dalam lapangan pengalaman yang kompleks melalui
hubungan sosial. Sebagian pengalaman tersebut telah membedakan satu bagian dari
bagian lainnya. Bagian tersebut didefinisikan dengan kata I, me, dan my self,
semuanya merupakan self concept.
Pembentukan self concept terjadi
melalui pembedaan langsung dan segera antara self dan objek atau kejadian di luar dirinya.
4. Penghargaan
Positif (Positive Regard)
Setiap
anak memerlukan penghargaan positif (positive
regard). Kebutuhan tersebut bersifat universal dan persisten. Penghargaan
positif terdiri atas penerimaan, cinta dan dukungan dari orang lain terutama
ibu. Penghargaan positif merupakan sesuatu yang penting bagi perkembangan
kepribadian. Anak yang menerima penghargaan positif akan merasakan kepuasan,
sebaliknya dengan anak yang tidak mendapatkannya akan frustasi.
Anak
yang mendapatkan penerimaan, cinta dan dukungan dalam situasi tertentu mungkin
tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan orangtua, apabila perilaku
tersebut tidak membuatnya mendapatkan hukuman, maka kondisi ini disebut dengan
penghargaan positif tanpa syarat.
Periode
yang paling membutuhkan penghargaan positif yaitu pada masa bayi. Hal ini
disebabkan karena bayi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang lain.[12]
5. Kondisi
yang Berharga (Condition of Worth)
Reaksi
orangtua yang menunjukkan bahwa ia mendukung dan menyukai terhadap apa yang
dilakukan oleh anaknya apabila sesuai dengan yang diinginkan, maka akan membuat
anak belajar memahami bahwa kasih sayang orangtua akan bergantung pada
kesesuaian perilaku yang ditunjukkan. Selanjutnya anak akan memahami bahwa
penghargaan tersebut kadang diberikan dan kadang pula tidak diberikan.
Anak-anak
mengembangkan penghargaan diri hanya pada situasi saat orangtuanya memberikan
dukungan. Pada saat yang sama, konsep diri yang terbentuk berfungsi sebagai
wakil dari orangtua. Kondisi yang berharga adalah saat seseorang merasa dirinya
berharga hanya pada situasi tertentu.
Anak
akan belajar menghindari perilaku yang mungkin tidak memberikan kepuasan
pribadi, oleh karena itu anak akan merasa tidak bebas, mereka merasa memerlukan
evaluasi atas perilaku dan sikapnya. Sehingga ia kan sangat hati-hati dan
menahan diri untuk tidak berperilaku tertentu. Dengan demikian, anak akan
terhalang untuk mencapai perkembangan secara penuh atau aktualisasi diri,
karena terhalang oleh kondisi berharga.[13]
6. Pertahanan
Pertahanan
merupakan bentuk penghindaran secara psikologis. Konsep pertahanan menurut
Rogers lebih menekankan kepada pertahanan terhadap kecemasan yang berasal dari
pandangan, kenangan, dan impuls dianggap sebagai persepsi. Menurut Rogers,
bentuk pertahanan hanya ada dua yaitu penyangkalan dan distorsi persepsi.
Pentangkalan dilakukan dengan cara menolak apapun bentuk situasi yang mengancam.
7. Orang
Berfungsi Sepenuhnya (Fully Functiioning
Persons)
Menurut
Rogers, orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang telah mendapatkan
hasil akhir dari perkembangan psikologis dan evolusi sosial. Beberapa ciri dari
orang yang berfungsi sepenuhnya yaitu:
a. Terbuka
terhadap pengalaman, berarti mampu menerima kenyataan, termasuk perasaan.
b. Eksistensi
hidup, yang berarti hidup di sini dan sekarang. Eksistensi merupakan bagian
dari dan untuk berhubungan dengan realitas. Manusia tidak hidup di masa lalu
ataupun masa depan, melainkan manusia hidup di masa sekarang. Sehingga manusia
harus mengakui bahwa hal yang telah berlalu adalah kenangan dan impian.
c. Percaya
pada organisme sendiri. Orang yang berfungsi sepenuhnya percaya dengan cara
mereka bereaksi bukan didasarkan atas opini orang lain, kode sosial, atau
penilaian intelektual.
d. Hidup
secara penuh dan kaya dalam setiap kejadian. Orang yang berfungsi sepenuhnya
merasa bahwa setiap pengalaman adalah berpotensi, baru dan menyegarkan.
e. Memiliki
perasaan bebas dalam membuat pilihan tanpa dirintangi atau dibatasi.
f. Hidup
secara konstruktif dan adaptif terhadap lingkungan yang berubah yang dipadukan
dengan kreativitas secara spontan.
g. Orang
yang berfungsi sepenuhnya akan selalu merasakan bahagia dan puas, meskipun
dalam waktu-waktu tertentu, mereka akan mengalami situasi yang tidak
menyenangkan.[14]
E.
Hambatan
Kesehatan Psikologis
Setiap
manusia tidak semuanya memiliki psikologis yang sehat, pasti ada pula manusia
yang mengalami hambatan kesehatan dalam psikologisnya. Adapun hambatan-hambatan
kesehatan piskologis manusia diantarnya yaitu:
1. Penghargaan
Bersyarat
Penghargaan
bersyarat yaitu keadaan dimana manusia mempresepsikan bahwa orangtua, teman
sebaya, atau pasangan mereka mencintai dan menerima mereka hanya apabila mereka
dapat memenuhi ekspektasi dan persetujuan dari pihak-pihak tersebut.
Penghargaan bersyarat timbul saat penghargaan positif dari significant other memiliki persyaratan, saat individu tersebut
merasa dihargai dalam beberapa aspek dan tidak dihargai dalam beberpa aspek
lainnya.
Penghargaan
bersyaratmenjadi kriteria penerimaan atau penolakan terhadap pengalaman
individu. Individu secara bertahap mengasimilasikan struktur diri individu
tersebut terhadap persepsi atas sikap yang ditunjukkan oleh orang lain, dan
setelahnya individu mulai melakukan evaluasi pengalaman-pengalamannya dengan
landasan tersebut. Apabila individu tersebut melihat orang lain menerima
dirinya tanpa melihat tindakannya, maka indivu tersebut akan percaya dirinya
dihargai tanpa syarat. Akan tetapi, apabila individu memiliki persepsi bahwa
beberapa perilakunya mendapat persetujuan dan beberapa tidak, maka indivu akan
melihat bahwa penghargaan untuknya bersifat kondisional.
Persepsi
individu terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya disebut dengan evaluasi
eksternal. Evaluasi ini positif atau negatif, tidak mendukung kesehatan
psikologis, tetapi yang ada akan menghambat individu tersebut menjadi terbuka
sepenuhnya terhadap pengalaman-pengalaman individu.[15]
2.
Inkongruensi
Ketidakseimbangan psikologis dimulai
saat individu gagal mengenali pengalaman organismik sebagai pengalaman diri,
yaitu ketika individu tidak secara akurat membuat simbolisasi dari pengalaman
organismik seseorang ke dalam kesadaran, karena pengalaman tersebut terlihat
tidak konsisten dengan konsep diri yang sedang timbul. Inkongruensi antara
konsep diri dan pengalaman organismik adalah sumber dari gangguan psikologis.
Penghargaan bersayar yang seseorang terima
pada masa kanak-kanak dapat mengakibatkan konsep diri yang muncul meliputi
persepsi yang tidak jelasdan tidak selaras dengan pengalaman organismiknya,
serta inkongruensi antara diri dan pengalaman dapat berakibat pada perilaku
yang terlihat tidak konsisten dan berbeda.
3.
Sikap Defensif
Sikap defensif adalah perlindungan atas
konsep diri dari kecemasan dan ancaman, dengan penyangkalan atau distorsi dari
pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri. Karena konsep diri terdiri
dari banyak kalimat pendeskripsian diri, konsep diri menjadi suatu fenomena
yang memiliki banyak sisi. Ketika pengalaman seseorang tidak konsisten dengan
satu bagian dari konsep diri, orang tersebut akan bertindak dengan cara
defensif untuk mlindungi struktur konsep diri yang sudah terbentuk.
Perlindungan yang paling utama yaitu
distorsi dan penyangkalan. Dengan distorsi seseorang melakukan kesalahfahaman
dari sebuah pengalaman, agar sesuai dengan salah satu aspek dari konsep diri
individu tersebut. Adapun dengan penyangkalan, seseorang menolak untuk
menghayati pengalaman dalam kesadaran, atau setidaknya ia akan menahan beberapa
aspek dari pengalaman tersebut agar tidak mencapai simbolisasi. Distorsi dan
penyangkalan bertujuan untuk mempertahankan persepsi seseorang atas pengalaman
organismik untuk tetap konsisten dengan konsep diri yang membuat seseorang
dapat mengacuhkan atau menutup pengalaman baru yang dapat menjadi penyebab
kecemasan yang tidak menyenangkan atau ancaman.[16]
4.
Disorganisasi
Disorganisasi dapat terjadi secara
tiba-tiba atau dapat terjadi secara bertahap selama rentang waktu yang panjang.
Dalam kondisi disorganisasi, manusia kadang berperilaku secara konsisten dengan
pengalaman organismiknya dan kadang sesuai dengan konsep diri yang hancur.[17]
BAB
III
KESIMPULAN
Carl
Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902, di Oak Park, Illionis. Carl
Rogers merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Walter dan
Julia Cushing Rogers. Carl mengawali kuliahnya di Universitas Wisconsin, dengan
mengambil jurusan pertanian. Namun, kemudian Carl pindah ke jurusan teologi
untuk belajar pelayanan. Pada tahun 1940, Carl mendapat tawaran menjadi
profesor penuh di Ohio State. Tahun 1945, Carl mendirikan sebuah pusat
konseling di University of Chicago. Carl wafat pada tahun 1987.
Tema
pokok pemikiran Rogers yaitu suatu refleksi tentang apa yang dipelajarinya pada
rentang usia 18-20 tahun, bahwa seseorang harus bersandar pada pengalamannya
sendiri tentang dunia, karena hanya itulah kenyataan yang dapat diketahui oleh
seorang individu. Rogers mengembangkan suatu metode terapi terhadap pasiennya
yaitu dengan menempatkan tanggung jawab utama terhadap perubahan kepribadian
pada klien, bukan pada ahli terapi. Oleh karena itu, pendekatannya disebut
“terapi yang berpusat pada klien (client
centered therapy).
Asumsi-asumsi
dasar dari teori kepribadian Rogers terbagi menjadi dua yaitu kecenderungan
formatif dan kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan formatif, yaitu kecenderungan
dari setiap hal, baik organik maupun non organik, untuk berevolusi dari bentuk
yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks. Kecenderungan aktualisasi, merupakan
kecenderungan setiap manusia (selain hewan lain dan tanaman) untuk bergerak
menuju keutuhan dan pemuasan dari potensi
Konsep
utama teori Carl Rogers yaitu didasarkan pada pengalaman selama bertahun-tahum
dalam menangani klien-kliennya. Konsepsi-konsepsi pokok dalam teori Rogers
adalah organism, medan phenomenal, self, diri (Self) dan kecenderungan untuk aktualisasi diri
Hambatan-hambatan
kesehatan piskologis manusia diantarnya yaitu penghargaan bersyarat, inkongruensi
, sikap defensif dan disorganisasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Dede Rahmat
Hidayat.2011. Psikologi Kepribadian dalam
Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Howard S. Friedman dan
Miriam W. Schustack. 2008. Personality
(Classic Theories and Modern Research), diterjemahkan oleh Fransiska Dian
Ikarini, dkk, dengan judul Kepribadian
(Teori Klasik dan Riset Modern) Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Jess Feist dan Gregory
J. Feist. 2014. Theories of Personality.
diterjemahkan oleh Smita Prathita Sjahputri, dengan judul Psikologi Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
MIF Baihaqi. 2008. Psikologi Pertumbuhan (Kepribadian Sehat
untuk Mengembangkan Optimisme). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumardi Suryabrata.
2014. Psikologi Kepribadian, Cet.
Ke-21. Jakarta: Rajawali Pers.
[1] Jess Feist dan Gregory J. Feist,
Theories of Personality,
diterjemahkan oleh Smita Prathita Sjahputri, dengan judul Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), hlm. 3.
[2] Dede Rahmat Hidayat, Psikologi Kepribadian dalam Konseling,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm.
175-176.
[3] MIF Baihaqi, Psikologi Pertumbuhan (Kepribadian Sehat
untuk Mengembangkan Optimisme), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.
136-137.
[4] Howard S. Friedman dan Miriam W.
Schustack, Personality (Classic Theories
and Modern Research), diterjemahkan oleh Fransiska Dian Ikarini, dkk,
dengan judul Kepribadian (Teori Klasik
dan Riset Modern) Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 343.
[5] Jess Feist dan Gregory J. Feist,
Op, Cit., hlm. 7.
[6] MIF Baihaqi, Op, Cit., hlm. 139.
[7] Dede Rahmat Hidayat, Op, Cit., hlm. 177.
[8] Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, Cet. Ke-21, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.
159-260.
[9] Jess Feist dan Gregory J. Feist,
Op, Cit., hlm. 9-10.
[10] Ibid., hlm. 10.
[11] MIF Baihaqi, Op, Cit., hlm. 144-145.
[12] Dede Rahmat Hidayat, Op, Cit., hlm. 179-180.
[13] Ibid., hlm. 181.
[14] Ibid., hlm. 183-184.
[15] Jess Feist dan Gregory J. Feist,
Op, Cit., hlm. 13.
[16] Ibid., hlm. 14-15.
[17] Ibid., hlm. 15.
Comments
Post a Comment