Skip to main content

Theory of Personality's Carl Rogers



KEPRIBADIAN DALAM PANDANGAN
CARL ROGERS


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah: Psikologi Kepribadian
Dosen Pengampu: Dr. H. Wawan. A. Ridwan, M.Ag









Oleh:
EvieNurjanah              14121110051


JurusanPAI-B/semester-VI





FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2015 M/1437 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan NYA mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan tugas mandiri mata kuliah Materi SKI di MA ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad SAW.
        Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Kepribadian dalam Pandangan Carl Rogers”. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Saya selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Wawan. A. Ridwan, M.Ag. selaku dosen yang telah memberikan tugas dan bimbingannya kepada kami, yang mana ini akan membantu kami agar terbiasa dalam pembuatan karya ilmiah. Tidak lupa kami ucapkan pula terima kasih kepada seluruh pihak yang telah  memberikan bantuannya sehingga kami mampu menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
Dalam pembuatan makalah ini penyusun tidak begitu mendapat banyak kesulitan karena adanya saran dari berbagai pihak tentang pembuatannya. Namun, tidak menutup kemungkinan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan, baik dari penulisan, ejaan dan sebagainya. Oleh karenanya, kami sangat mengharapkan dengan lapang dada, kritik dan saran yang bersifat membangun.

Cirebon, 15 Mei 2015


                  Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A.  Latar Belakang......................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah.................................................................................... 1
C.  Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A.  Biografi Carl Rogers................................................................................ 2
B.  Pendekatan Carl Rogers Terhadap Kepribadian...................................... 5
C.  Asumsi Dasar Carl Rogers....................................................................... 6
D.  Konsep Utama Teori Carl Rogers............................................................ 13
E.   Hambatan Kesehatan Psikologis.............................................................. 17
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Psikologi kepribadian merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi. Dimana psikologi kepribadian ini didalamnya membahas tentang perbedaan pribadi antar individu serta dinamikanya dalam membangun relasi intrapersonal dan interpersonal. Dalam bidang psikologi khusus terdapat banyak teori yang diungkapkan oleh para ahli yang bergerak di bidang ini. Salahsatu teori psikologi kepribadian yaitu yang dikemukakan oleh Carl Rogers mengenai self.
Carl Rogers merupakan salahsatu tokoh dari bidang psikologi humanistik, dimana  memiliki pandangan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas kedewasaan dan hidupnya sendiri. Carl Rogers berpendapat bahwa setiap orang bebas untuk melatih dan mengatur diri mereka sendiri. Namun tetap setiap orang harus memiliki tanggungjawab atas kontrol diri yang mereka lakukan.
Teori yang dikemukakan oleh Carl Rogers ini menjadi salahsatu teori yang banyak digunakan di bidang konseling dan terapis, karena memang pada dasarnya Carl Rogers ini bergerak di bidang psikoterapi.
Oleh karena itu, guna menambah pengetahuan mengenai kepribadian ini, khususnya untuk seorang guru dimana guru juga berperan sebagai konselor untuk peserta didiknya yang bermasalah, makan pembahasan makalah ini akan dikonsentrasikan membahas mengenai teori kepribadian dari Carl Rogers.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut:
1.      Seperti apa latar belakang kehidupan Carl Rogers?
2.      Apa pendekatan Carl Rogers terhadap kepribadian?
3.      Apa saja yang menjadi asumsi dasar Carl Rogers?
4.      Bagaimana konsep utama teori Carl Rogers?
5.      Apa saja yang menjadi hambatan kesehatan psikologis menurut Carl Rogers?
C.    Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui latar belakang kehidupan Carl Rogers,
2.      Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan oleh Carl Rogers terhadap kepribadian?
3.      Untuk mengetahui asumsi-asumsi dasar dari Carl Rogers,
4.      Untuk mengetahui konsep utama teori Carl Rogers, dan
5.      Untuk mengenai bentuk hambatan kesehatan psikologis menurut Carl Rogers.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Carl Rogers
Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902, di Oak Park, Illionis. Carl Rogers merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Walter dan Julia Cushing Rogers. Ayahnya merupakan seorang insinyur sipil, sehingga Carl Rogers lebih dekat dengan ibunya. Orangtua Rogers merupakan orang yang taat dalam beragama, sehingga Carl Rogers menjadi tertarik pada kitab injil, dan Rogers sering membaca kitab Injil serta buku-buku lain.[1]
Ketika Carl berusia 12 tahun, keluarganya pindah ke daerah peternakan sekitar 30 mil dari barat Chicago. Di tempat tersebut Carl menghabiskan masa remajanya. Carl menerima pendidikan yang ketat dan banyak tugas yang harus dia selesaikan. Carl menjadi remaja yang terisolasi, tetapi mandiri dan memiliki disiplin diri yang kuat.
Carl mengawali kuliahnya di Universitas Wisconsin, dengan mengambil jurusan pertanian. Namun, kemudian Carl pindah ke jurusan teologi untuk belajar pelayanan. Pada masa itu, Carl terpilih sebagai salahsatu dari sepuluh mahasiswa yang pergi ke Beijing untuk mengikuti Konferensi Federasi Mahasiswa Kristen Sedunia selama enam bulan. Berkat mengikuti kegiatan tersebut, Carl mendapatkan banyak pengalaman baru sehingga dapat memperluas pikirannya. Selain itu, dari sana pula Carl mulai meragukan sebagian dari dasar pandangan agama Kristen.
Selanjutnya setelah Carl menyelesaikan studinya, ia menikah dengan seorang wanita yang bernama Hellen Elliot, kemudian pindah ke New York City. Carl mulai aktif menghadiri kegiatan dari lembaga keagamaan liberal, yaitu Union Theological  Seminary. Selang beberapa waktu kemudian Carl beralih ke program psikologi klinis dan belajar di Columbia University. Pada tahun 1931 Carl mendapatkan gelar Ph. D (doktor). Kemudian Carl mulai bekerja di bidang klinis di Rochester Society untuk program pencegahan kekerasan terhadap anak. Di klinik tersebut, Carl belajar tentang teorii Otto Rank dan teknik terapi serta mulai mengembangkan pendekatannya sendiri.
Pada tahun 1940, Carl mendapat tawaran menjadi profesor penuh di Ohio State. Dua tahun kemudian, Carl menulis buku pertamanya yang berjudul “Counseling and Psychotherapy”. Kemudian pada tahun 1945, Carl mendirikan sebuah pusat konseling di University of Chicago. Selanjutnya Carl kembali ke University of Wisconsin untuk mengajar. Pada tahun 1964, Carl menerima posisi sebagai kepala riset di La Jolla, disini Carl memberikan terapi, pidato dan menulis hingga wafatnya pada tahun 1987.[2]
B.     Pendekatan Carl Rogers Terhadap Kepribadian
Tema pokok pemikiran Rogers yaitu suatu refleksi tentang apa yang dipelajarinya pada rentang usia 18-20 tahun, bahwa seseorang harus bersandar pada pengalamannya sendiri tentang dunia, karena hanya itulah kenyataan yang dapat diketahui oleh seorang individu. Rogers mengembangkan suatu metode terapi terhadap pasiennya yaitu dengan menempatkan tanggung jawab utama terhadap perubahan kepribadian pada klien, bukan pada ahli terapi. Oleh karena itu, pendekatannya disebut “terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy).
Metode tersebut menganggap bahwa individu yang terganggu memiliki suatu tingkat kemampuan dan kesadaran tertentu dan mengatakan kepada kita banyak hal tentang pandangan Rogers mengenai kodrat manusia. Rogers percaya bahwa orang-orang dibimbing oleh persepsi sadar mereka sendiri tentang diri mereka dan dunia sekitar mereka, bukan oleh kekuatan-kekuatan tak sadar yang tidak dapat mereka kontrol. Kebermaknaan terakhir seseorang adalah pada pengalaman sadarnya sendiri dan pengalaman itu memberikan kerangka intelektual dan emosional dimana kepribadian terus menerus bertumbuh.
Rogers mengemukakan bahwa manusia yang rasional dan sadar, tidak terkontrol oleh peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak, karena masa itu sudah lewat. Hal tersebut tidak menghukum atau membelenggu kehidupannya. Melainkan masa sekarang dan bagaimana individu memandangnya bagi kepribadian yang sehat adalah jauh lebih penting dari pada berlarut-larut mengingat masa lampau. Akan tetapi pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi cara pandang masa sekarang, sehingga mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis seseorang.
Rogers mempertahankan bahwa kepribadian harus diperiksa dan dipahami melalui segi pandangan pribadi klien, melalui pengalaman-pengalaman subjektifnya sendiri. Sama halnya dalam kehidupan pribadinya, rogers percaya akan pengalaman-pengalamannya sendiri. Apa yang nyata bagi klien adalah persepsinya yang unik tentang realitas.[3]
Dapat disimpulkan bahwa kunci utama sudut pandang Rogers adalah bahwa orang cenderung berkembang ke arah yang positif, dengan kata lain manusia akan memenuhi potensinya, kecuali apabila manusia mengalami rintangan. Menurut Rogers, orang yang sehat secara psikologis adalah mereka yang mampu memahami dan menerima berbagai perasaan dan pengalaman. Kontrol diri yang berasal dari dalam diri seseorang lebih sehat daripada kontrol yang dipaksakan dan berasal dari luar.
Rogers memakai pendekatan fenomenologis, yang mengharuskan individu mendefinisikan berbagai isu penting. Fokus pendekatan humanistik terletak pada apa yang disebut experiencing person.[4]
C.    Asumsi Dasar Carl Rogers
Asumsi-asumsi dasar dari teori kepribadian Rogers terbagi menjadi dua yaitu kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
1.      Kecenderungan Formatif
Rogers yakin bahwa terdapat kecenderungan dari setiap hal, baik organik maupun non organik, untuk berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks. Untuk alam semesta, terjadi sebuah proses kreatif dan bukan proses disintegrasi. Rogers menyebut proses ini sebagai kecenderungan formatif dan banyak mengambil contoh-contoh dari alam.
2.      Kecenderungan Aktualisasi
Kecenderungan aktualisasi merupakan kecenderungan setiap manusia (selain hewan lain dan tanaman) untuk bergerak menuju keutuhan dan pemuasan dari potensi. Kecenderungan ini merupakan satu-satunya motif yang dimiliki oleh manusia. Kebutuhan untuk memuaskan dorongan lapar, untuk mengekspresikan emosi mendalam yang mereka rasakan, dan untuk menerima diri seseorang adalah contoh-contoh dari satu motif aktualisasi. Oleh karena itu, seriap manusia beroperasi sebagai satu organisme yang utuh, aktualisasi meliputi keseluruhan bagian manusia fisiologis dan intelektual, rasional dan emosional, kesadaran dan ketidaksadaran.[5]
Rogers berpendapat bahwa kecenderungan untuk aktualisasi sebagai suatu tenaga pendorong adalah jauh lebih kuat daripada rasa sakit dan perjuangan, serta setiap dorongan yang ikut menghentikan usaha untuk berkembang. Kecenderungan aktualisasi pada tingkat fisiologis benar-benar tidak dapat dikekang. Kecenderungan itu mendorong individu ke depan dari salah satu tingkat pematangan berikutnya yang memaksanya untuk menyesuaikan diri dan tumbuh. Rogers percaya bahwa segi kecenderungan aktualisasi ini dapat ditemukan dalam semua makhluk yang hidup.[6]
D.    Konsep Utama Teori Carl Rogers
Teori Rogers didasarkan pada pengalaman selama bertahun-tahum dalam menangani klien-kliennya. Rogers melihat bahwa manusia pada dasarnya baik dan sehat, Rogers melihat bahwa kesehatan mental merupakan sebagai kemajuan kehidupan normal, dan penyakit mentall, kriminalitas dan  masalah-masalah manusia lainya sebagai distorsi dari kecenderungan alamiah.[7]
Konsepsi-konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah
1.      Organism
Organism merupakan keseluruhan individu (the total individual). Organism memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Organisme bereaksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Organisme memiliki satu motif dasar yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
c.       Organisme mungkin melambangkan pengalamannya, sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme itu tidak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
2.      Medan Phenomenal
Medan phenomenal merupakan keseluruhan pengalaman (the totality of experience). Medan phenomenal mempunyai sifat disadari atau tidak disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
3.      Self
Self yaitu bagian medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” atau “me”. Sifat-sifat yang dimiliki oleh self yaitu:
a.       Self berkembang dari interaksi organisme dengan lingkungannya.
b.      Menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam bentuk yang tidak wajar.
c.       Menginginkan konsistensi, keutuhan, dan keselarasan.
d.      Organisme bertingkah laku dalam cara yang selaras dengan self.
e.       Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan struktur self diamati sebagai ancaman.
f.       Self mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan dan belajar.[8]
Adapun teori-teori utama yang dikembangkan oleh Carl Rogers yaitu sebagai berikut:
1.      Diri (Self) dan Kecenderungan untuk Aktualisasi Diri
Menurut Rogers, bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sebagai “aku” atau “diriku”. Kemudian bayi secara bertahap menjadi sadar akan identitasnya sendiri saat mereka belajar apa yang terasa baik dan apa yang terasa buruk, apa yang terasa menyenangkan dan apa yang tidak. Mereka selanjutnya mulai untuk mengevaluasi pengalaman mereka sebagai pengalaman positif dan negatif, menggunakan kecenderungan aktualisasi sebagai kriteria. Bayi menghargai makanan dan melakukan evaluasi atas rasa lapar karena makanan merupakan persyaratan dari aktualisasi.
Aktualisasi diri merupakan bagian dari kecenderungan aktualisasi sehingga tidak sama dengan kecenderungan itu sendiri. Kecenderungan aktualisasi merujuk pada pengalaman organisme dari individu sehingga hal tersebut merujuk pada manusia secara keseluruhan, kesadaran dan ketidaksadaran, fisiologis dan kognitif.
Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri sebagaimana yang dirasakan dalam kesadaran. Saat organisme dan diri yang dirasakan selaras, kedua kecenderungan aktualisasi hampir identik, namun apabila pengalaman organisme seseorang tidak selaras dengan pandangan mereka terhadap diri, perbedaan akan terjadi antara kecenderungan aktualisasi dan kecenderungan aktualisasi diri. Rogers mengajukan dua subsistem dari aktualisasi diri yaitu:
a.       Konsep Diri
Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik. Bagian-bagain dari diri organismik berada di luar kesadaran seseorang atau tidak dimiliki oleh orang tersebut. Manusia dapat menyangkal beberapa aspek dalam dirinya seperti pengalaman dengan kebohongan, saat pengalaman tersebut tidak konsisten dengan konsep diri mereka.
Saat manusia sudah membentuk konsep dirinya, ia akan menemukan kesulitan dalam menerima perubahan dan pembelajaran yang penting. Pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri mereka, biasanya disangkal atau hanya diterima dengan bentuk yang telah didistorsi atau diubah.
Konsep diri yang telah terbangun tidak mungkin tidak membuat perubahan sama sekali. Perubahan paling mudah terjadi ketika adanya penerimaan dari orang lain, yang membantu seseorang untuk mengurangi kecemasan dan ancaman serta untuk mengakui dan menerima pengalaman-pengalaman yang sebelumnya ditolak.[9]
b.      Diri Ideal
Diri ideal merupakan pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya yang positif yang ingin dimiliki oleh seseorang. Perbedaan yang besar antara diri ideal dengan konsep diri mengindikasikan inkongruensi dan merupakan kepribadian yang tidak sehat. Individu yang sehat secara psikologis, melihat sedikit perbedaan antara konsep dirinya dengan apa yang mereka inginkan secara ideal.[10]
Menurut Rogers terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan apabila seseorang ingin memahami aktualisasi diri yaitu:
a.       Aktualisasi diri berlangsung terus menerus, kepribadian yang sehat bukan merupakan suatu keadaan dari ada, melainkan suatu proses, atau suatu arah bukan tujuan. Aktualisasi diri berlangsung terus, tidak pernah merupakan suatu kondisi yang selesai atau statis. Hal ini bertujuan agar orientasi seseorang itu ke masa depan, atau menarik individu ke depan, yang selanjutnya mendiferensiasikan dan mengembangkan segala segi dari diri.
b.      Aktualisasi diri merupakan suatu proses yang suka dan kadang-kadang menyakitkan. Aktualisassi diri merupakan suatu ujisn, rintangan, dan cambuk yang muncul terus menerus terhadap semua kemampuan seseorang. Menurut Rogers, aktualisasi diri merupakan keberanian untuk ada. Hal ini berarti bahwa seseorang meluncurkan diri sendiri sepenuhnya ke dalam arus kehidupan.
c.       Aktualisassi diri menjadikan orang menjadi diri mereka sendiri. Mereka tidak bersembunyi di belakang topeng-topeng atau kedok-kedok, yang berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan diri mereka, atau menyembunyikan sebagian diri mereka.[11]
2.      Pengalaman Dunia (Experiential World)
Carls sangat menekankan pengaruh pengalaman dunia dalam kehidupan sehari hari dalam mengembangkan teorinya. Hal ini menjadi frame of reference atau konteks yang berpengaruh kepada pertumbuhan. Menurut Rogers, realitas lingkungan bergantung pada persepsi individu tersebut tentang, yang memungkinkan persepsi tersebut terhadap realitas tidak tepat. Persepsi berubah sejalan dengan pertambahan umur dan pengaruh lingkungan.
3.      Perkembangan Self pada Masa Kanak-Kanak
Seorang bayi berkembang secara bertahap dalam lapangan pengalaman yang kompleks melalui hubungan sosial. Sebagian pengalaman tersebut telah membedakan satu bagian dari bagian lainnya. Bagian tersebut didefinisikan dengan kata I, me, dan my self, semuanya merupakan self concept. Pembentukan self concept terjadi melalui pembedaan langsung dan segera antara self dan objek atau kejadian di luar dirinya.
4.      Penghargaan Positif (Positive Regard)
Setiap anak memerlukan penghargaan positif (positive regard). Kebutuhan tersebut bersifat universal dan persisten. Penghargaan positif terdiri atas penerimaan, cinta dan dukungan dari orang lain terutama ibu. Penghargaan positif merupakan sesuatu yang penting bagi perkembangan kepribadian. Anak yang menerima penghargaan positif akan merasakan kepuasan, sebaliknya dengan anak yang tidak mendapatkannya akan frustasi.
Anak yang mendapatkan penerimaan, cinta dan dukungan dalam situasi tertentu mungkin tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan orangtua, apabila perilaku tersebut tidak membuatnya mendapatkan hukuman, maka kondisi ini disebut dengan penghargaan positif tanpa syarat.
Periode yang paling membutuhkan penghargaan positif yaitu pada masa bayi. Hal ini disebabkan karena bayi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang lain.[12]
5.      Kondisi yang Berharga (Condition of Worth)
Reaksi orangtua yang menunjukkan bahwa ia mendukung dan menyukai terhadap apa yang dilakukan oleh anaknya apabila sesuai dengan yang diinginkan, maka akan membuat anak belajar memahami bahwa kasih sayang orangtua akan bergantung pada kesesuaian perilaku yang ditunjukkan. Selanjutnya anak akan memahami bahwa penghargaan tersebut kadang diberikan dan kadang pula tidak diberikan.
Anak-anak mengembangkan penghargaan diri hanya pada situasi saat orangtuanya memberikan dukungan. Pada saat yang sama, konsep diri yang terbentuk berfungsi sebagai wakil dari orangtua. Kondisi yang berharga adalah saat seseorang merasa dirinya berharga hanya pada situasi tertentu.
Anak akan belajar menghindari perilaku yang mungkin tidak memberikan kepuasan pribadi, oleh karena itu anak akan merasa tidak bebas, mereka merasa memerlukan evaluasi atas perilaku dan sikapnya. Sehingga ia kan sangat hati-hati dan menahan diri untuk tidak berperilaku tertentu. Dengan demikian, anak akan terhalang untuk mencapai perkembangan secara penuh atau aktualisasi diri, karena terhalang oleh kondisi berharga.[13]
6.      Pertahanan
Pertahanan merupakan bentuk penghindaran secara psikologis. Konsep pertahanan menurut Rogers lebih menekankan kepada pertahanan terhadap kecemasan yang berasal dari pandangan, kenangan, dan impuls dianggap sebagai persepsi. Menurut Rogers, bentuk pertahanan hanya ada dua yaitu penyangkalan dan distorsi persepsi. Pentangkalan dilakukan dengan cara menolak apapun bentuk situasi yang mengancam.
7.      Orang Berfungsi Sepenuhnya (Fully Functiioning Persons)
Menurut Rogers, orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang telah mendapatkan hasil akhir dari perkembangan psikologis dan evolusi sosial. Beberapa ciri dari orang yang berfungsi sepenuhnya yaitu:
a.       Terbuka terhadap pengalaman, berarti mampu menerima kenyataan, termasuk perasaan.
b.      Eksistensi hidup, yang berarti hidup di sini dan sekarang. Eksistensi merupakan bagian dari dan untuk berhubungan dengan realitas. Manusia tidak hidup di masa lalu ataupun masa depan, melainkan manusia hidup di masa sekarang. Sehingga manusia harus mengakui bahwa hal yang telah berlalu adalah kenangan dan impian.
c.       Percaya pada organisme sendiri. Orang yang berfungsi sepenuhnya percaya dengan cara mereka bereaksi bukan didasarkan atas opini orang lain, kode sosial, atau penilaian intelektual.
d.      Hidup secara penuh dan kaya dalam setiap kejadian. Orang yang berfungsi sepenuhnya merasa bahwa setiap pengalaman adalah berpotensi,  baru dan menyegarkan.
e.       Memiliki perasaan bebas dalam membuat pilihan tanpa dirintangi atau dibatasi.
f.       Hidup secara konstruktif dan adaptif terhadap lingkungan yang berubah yang dipadukan dengan kreativitas secara spontan.
g.      Orang yang berfungsi sepenuhnya akan selalu merasakan bahagia dan puas, meskipun dalam waktu-waktu tertentu, mereka akan mengalami situasi yang tidak menyenangkan.[14]
E.     Hambatan Kesehatan Psikologis
Setiap manusia tidak semuanya memiliki psikologis yang sehat, pasti ada pula manusia yang mengalami hambatan kesehatan dalam psikologisnya. Adapun hambatan-hambatan kesehatan piskologis manusia diantarnya yaitu:
1.      Penghargaan Bersyarat
Penghargaan bersyarat yaitu keadaan dimana manusia mempresepsikan bahwa orangtua, teman sebaya, atau pasangan mereka mencintai dan menerima mereka hanya apabila mereka dapat memenuhi ekspektasi dan persetujuan dari pihak-pihak tersebut. Penghargaan bersyarat timbul saat penghargaan positif dari significant other memiliki persyaratan, saat individu tersebut merasa dihargai dalam beberapa aspek dan tidak dihargai dalam beberpa aspek lainnya.
Penghargaan bersyaratmenjadi kriteria penerimaan atau penolakan terhadap pengalaman individu. Individu secara bertahap mengasimilasikan struktur diri individu tersebut terhadap persepsi atas sikap yang ditunjukkan oleh orang lain, dan setelahnya individu mulai melakukan evaluasi pengalaman-pengalamannya dengan landasan tersebut. Apabila individu tersebut melihat orang lain menerima dirinya tanpa melihat tindakannya, maka indivu tersebut akan percaya dirinya dihargai tanpa syarat. Akan tetapi, apabila individu memiliki persepsi bahwa beberapa perilakunya mendapat persetujuan dan beberapa tidak, maka indivu akan melihat bahwa penghargaan untuknya bersifat kondisional.
Persepsi individu terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya disebut dengan evaluasi eksternal. Evaluasi ini positif atau negatif, tidak mendukung kesehatan psikologis, tetapi yang ada akan menghambat individu tersebut menjadi terbuka sepenuhnya terhadap pengalaman-pengalaman individu.[15]
2.      Inkongruensi
        Ketidakseimbangan psikologis dimulai saat individu gagal mengenali pengalaman organismik sebagai pengalaman diri, yaitu ketika individu tidak secara akurat membuat simbolisasi dari pengalaman organismik seseorang ke dalam kesadaran, karena pengalaman tersebut terlihat tidak konsisten dengan konsep diri yang sedang timbul. Inkongruensi antara konsep diri dan pengalaman organismik adalah sumber dari gangguan psikologis.
        Penghargaan bersayar yang seseorang terima pada masa kanak-kanak dapat mengakibatkan konsep diri yang muncul meliputi persepsi yang tidak jelasdan tidak selaras dengan pengalaman organismiknya, serta inkongruensi antara diri dan pengalaman dapat berakibat pada perilaku yang terlihat tidak konsisten dan berbeda.
3.      Sikap Defensif
        Sikap defensif adalah perlindungan atas konsep diri dari kecemasan dan ancaman, dengan penyangkalan atau distorsi dari pengalaman yang tidak konsisten dengan konsep diri. Karena konsep diri terdiri dari banyak kalimat pendeskripsian diri, konsep diri menjadi suatu fenomena yang memiliki banyak sisi. Ketika pengalaman seseorang tidak konsisten dengan satu bagian dari konsep diri, orang tersebut akan bertindak dengan cara defensif untuk mlindungi struktur konsep diri yang sudah terbentuk.
        Perlindungan yang paling utama yaitu distorsi dan penyangkalan. Dengan distorsi seseorang melakukan kesalahfahaman dari sebuah pengalaman, agar sesuai dengan salah satu aspek dari konsep diri individu tersebut. Adapun dengan penyangkalan, seseorang menolak untuk menghayati pengalaman dalam kesadaran, atau setidaknya ia akan menahan beberapa aspek dari pengalaman tersebut agar tidak mencapai simbolisasi. Distorsi dan penyangkalan bertujuan untuk mempertahankan persepsi seseorang atas pengalaman organismik untuk tetap konsisten dengan konsep diri yang membuat seseorang dapat mengacuhkan atau menutup pengalaman baru yang dapat menjadi penyebab kecemasan yang tidak menyenangkan atau ancaman.[16]
4.      Disorganisasi 
       Disorganisasi dapat terjadi secara tiba-tiba atau dapat terjadi secara bertahap selama rentang waktu yang panjang. Dalam kondisi disorganisasi, manusia kadang berperilaku secara konsisten dengan pengalaman organismiknya dan kadang sesuai dengan konsep diri yang hancur.[17]


BAB III
KESIMPULAN
Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902, di Oak Park, Illionis. Carl Rogers merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Walter dan Julia Cushing Rogers. Carl mengawali kuliahnya di Universitas Wisconsin, dengan mengambil jurusan pertanian. Namun, kemudian Carl pindah ke jurusan teologi untuk belajar pelayanan. Pada tahun 1940, Carl mendapat tawaran menjadi profesor penuh di Ohio State. Tahun 1945, Carl mendirikan sebuah pusat konseling di University of Chicago. Carl wafat pada tahun 1987.
Tema pokok pemikiran Rogers yaitu suatu refleksi tentang apa yang dipelajarinya pada rentang usia 18-20 tahun, bahwa seseorang harus bersandar pada pengalamannya sendiri tentang dunia, karena hanya itulah kenyataan yang dapat diketahui oleh seorang individu. Rogers mengembangkan suatu metode terapi terhadap pasiennya yaitu dengan menempatkan tanggung jawab utama terhadap perubahan kepribadian pada klien, bukan pada ahli terapi. Oleh karena itu, pendekatannya disebut “terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy).
Asumsi-asumsi dasar dari teori kepribadian Rogers terbagi menjadi dua yaitu kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan formatif, yaitu kecenderungan dari setiap hal, baik organik maupun non organik, untuk berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks.  Kecenderungan aktualisasi, merupakan kecenderungan setiap manusia (selain hewan lain dan tanaman) untuk bergerak menuju keutuhan dan pemuasan dari potensi
Konsep utama teori Carl Rogers yaitu didasarkan pada pengalaman selama bertahun-tahum dalam menangani klien-kliennya. Konsepsi-konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah organism, medan phenomenal, self, diri (Self) dan kecenderungan untuk aktualisasi diri
Hambatan-hambatan kesehatan piskologis manusia diantarnya yaitu penghargaan bersyarat, inkongruensi , sikap defensif dan disorganisasi. 


DAFTAR PUSTAKA
Dede Rahmat Hidayat.2011. Psikologi Kepribadian dalam Konseling. Bogor: Ghalia Indonesia.
Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack. 2008. Personality (Classic Theories and Modern Research), diterjemahkan oleh Fransiska Dian Ikarini, dkk, dengan judul Kepribadian (Teori Klasik dan Riset Modern) Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Jess Feist dan Gregory J. Feist. 2014. Theories of Personality. diterjemahkan oleh Smita Prathita Sjahputri, dengan judul Psikologi Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
MIF Baihaqi. 2008. Psikologi Pertumbuhan (Kepribadian Sehat untuk Mengembangkan Optimisme). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumardi Suryabrata. 2014. Psikologi Kepribadian, Cet. Ke-21. Jakarta: Rajawali Pers.



[1] Jess Feist dan Gregory J. Feist, Theories of Personality, diterjemahkan oleh Smita Prathita Sjahputri, dengan judul Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Salemba Humanika, 2014), hlm. 3.
[2] Dede Rahmat Hidayat, Psikologi Kepribadian dalam Konseling, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),  hlm. 175-176.
[3] MIF Baihaqi, Psikologi Pertumbuhan (Kepribadian Sehat untuk Mengembangkan Optimisme), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 136-137.
[4] Howard S. Friedman dan Miriam W. Schustack, Personality (Classic Theories and Modern Research), diterjemahkan oleh Fransiska Dian Ikarini, dkk, dengan judul Kepribadian (Teori Klasik dan Riset Modern) Jilid 1, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 343.
[5] Jess Feist dan Gregory J. Feist, Op, Cit., hlm. 7.
[6] MIF Baihaqi, Op, Cit., hlm. 139.
[7] Dede Rahmat Hidayat, Op, Cit., hlm. 177.
[8] Sumardi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, Cet. Ke-21, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 159-260.
[9] Jess Feist dan Gregory J. Feist, Op, Cit., hlm. 9-10.
[10] Ibid., hlm. 10.
[11] MIF Baihaqi, Op, Cit., hlm. 144-145.
[12] Dede Rahmat Hidayat, Op, Cit., hlm. 179-180.
[13] Ibid., hlm. 181.
[14] Ibid., hlm. 183-184.
[15] Jess Feist dan Gregory J. Feist, Op, Cit., hlm. 13.
[16] Ibid., hlm. 14-15.
[17] Ibid., hlm. 15.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Riba, Bank, Asuransi

BAB I PENDAHULUAN A.      Latar Belakang Fiqih merupakan bidang ilmu yang membahas tentang hukum-hukum amaliyyah mustanbathah (praktis) yang diambil dari dalil-dalilnya secara terinci. Adapun fiqih muamalah adalah salah satu dari cabang fiqih, yang mana di dalamnya mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lain, atau antara individu dengan negara Islam, dan negara Islam dengan negara lain. Adapun dalam pembahasan kali ini akan dibahas mengenai riba, bank dan asuransi, dimana ketiganya merupakan bagian dari fiqih muamalah. Riba, bank dan asuransi merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian di suatu negara, termasuk di Indonesia. Ketiganya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat. Riba merupakan bentuk suatu penambahan dari pembayaran yang telah jatuh tempo. Banyak orang yang menyamakan riba dengan kegiatan jual beli. Anggapan tersebut jelaslah salah, karena keduanya memiliki perbedaan yang sangat mencolok yang dapat dilihat dari aktiv

Menjadi Pembelajar Sejati demi Mencapai Profesionalitas Guru? Sulitkah? atau Mudah kah?

Menjadi guru profesional memiliki arti bahwa seorang guru harus menjadi pembelajar sejati.  Sekarang ini bukan zamannya seorang guru memiliki perasaan bahwa dirinya adalah yang " TERPINTAR". Hmmm...apabila perasaan tersebut masih ada dalam diri kamu (especially bagi kamu calon pendidik :D ) maka jelas salah dan jangan berharap dulu bisa menjadi pendidik sejati hehe.. Seorang guru haruslah terus belajar untuk mencapai profesionalitasnya, salah satunya yaitu dengan menjadi pembelajar (maksudnya yaitu ia senantiasa menuntut ilmu demi menambah wawasan dan ilmu pengetahuannya) dan senantiasa melakukan perubahan perilaku sejalan dengan tugasnya sebagai pembelajar. Belajarnya seorang guru ini, akan membawa ia tumbuh dan berkembang secara profesional.pertumbuhan dan perkembangan itu bersifat kontinue. Menjadi pembelajar itu sangatlah penting, sehingga hal tersebut harus merupakan agenda pribadi dan terus dijaga agar tetap pada koridornya. Ketika guru menjadi pembelajar, siswa